Apa yah???
Cari dulu ah...
*pertama buka mbah Gugel, terus ketik kata yang mau dicarinya. Tekan ENTAR eh salah ...ENTER maksudnya. Hehe
Menurut wejangan yang saya dapat, jadi Diskriminasi itu..........Coba kita telaah dulu ke bahasan lain sedikit, yaitu Prasangka. Prasangka itu diaratikan suatu anggapan terhadap sesuatu dari seseorang bahwa sesuatu itu buruk dengan tanpa kritik terlebih dahulu. Bahasa arab menyebutnya “sukhudzon”. Orang, secara serta merta tanpa timbang-timbang lagi bahwa sesuatu itu buruk. Nah akan tetapi Diskriminasi itu lebih ke tindakannya. Ya kurang lebih begitu lah...
Adapun beberapa hal yang menyebabkan prasangka dan diskriminasi :
1. Berlatar belakang sejarah
2. Dilatar-belakangi oleh perkembangan sosio-kultural dan situasional
3. Bersumber dari faktor kepribadian
4. Berlatang belakang perbedaan keyakinan, kepercayaan dan agama
Salah satu contoh yang bisa kita ambil dari faktor penyebab diatas misalnya karena agama. Misalnya seperti ini, di suatu tempat dengan mayoritas penduduk muslim, dan hanya beberapa orang saja yang bragama nasrani kemudian penduduk dengan mayoritas muslim memperlakukan penduduk dengan agama nasrani dengan tidak diikut sertakan dalam acara kebersamaan di daerah tersebut, nah hal inilah diskriminasi dan diskriminasi tersebut menyebabkan kehancuran hubungan sosial di suatu masyarakat. Padahal kan negara kita adalah negara yang bhinneka tunggal ika, patut nya dengan berbagai perbedaan yang ada kita dapat bersatu dengan lebih kuat. Dan contoh lain misalnya disuatu daerah dengan ras yang berbeda, yang satu berkulit hitam dan lainya berkulit putih, nah ras yang berkulit hitam selalu didiskriminasi dan yan berkulit putih selalu dianggap lebih baik.
Harusnya berbagai diskriminasi yang ada di dunia ini segera dimusnahkan menurut saya dengan beberapa jurus ampuh, seperti:
1. Perbaikan kondisi sosial ekonomi
2. Perluasan kesempatan belajar
3. Sikap terbuka dan sikap lapang
Kemudian yang dimaksud dengan Ethosentris adalah suatu kecenderungan yang menganggap nilai-nilai dan norma-norma kebudayaannya sendiri sebagaai sesuatu yang prima, terbaik, mutlak dan diepergunakan sebagai tolok ukur untuk menilai dan membedakannya dengan kebudayaan lain. Etnosentrisme merupakan kecenderungan tak sadar untuk menginterpretasikan atau menilai kelompok lain dengan tolok ukur kebudayaannya sendiri. Sikap etnosentrisme dalam tingkah laku berkomunikasi nampak canggung, tidak luwes.
Teori Etnosentrisme
William Graham Sumner menilai bahwa masyarakat tetap memiliki sifat heterogen ( pengikut aliran evolusi).
Menurut Sumner (1906), manusia pada dasarnya seorang yang individualis yang cenderung mengikuti naluri biologis mementingkan diri sendiri sehingga menghasilkan hubungan di antara manusia yang bersifat antagonistic (pertentangan yang menceraiberaikan). Agar pertentangan dapat dicegah maka perlu adanya folkways yang bersumber pada pola-pola tertentu.
Pola-pola itu merupakan kebiasaan (habits), lama-kelamaan, menjadi adat istiadat (customs), kemudian menjadi norma-norma susila (mores), akhirnya menjadi hukum (laws). Kerjasama antarindividu dalam masyarakat pada umumnya bersifat antagonictic cooperation (kerjasama antarpihak yang berprinsip pertentangan). Akibatnya, manusia mementingkan kelompok dan dirinya atau orang lain. Lahirlah rasa ingroups atau we groups yang berlawanan dengan rasa outgroups atau they groups yang bermuara pada sikap etnosentris.
Sumner dalam Veeger (1990) sendiri yang memberikan istilah etnosentris. Dengan sikap itu, maka setiap kelompok merasa folkwaysnya yang paling unggul dan benar. Seperti yang dikutip oleh LeVine, dkk (1972), teori etnosentrisme Sumner mempunyai tiga segi, yaitu: (1) sejumlah masyarakat memiliki sejumlah ciri kehidupan sosial yang dapat dihipotesiskan sebagai sindrom, (2) sindrom-sindrom etnosentrisme secara fungsional berhubungan dengan susunan dan keberadaan kelompok serta persaingan antarkelompok, dan (3) adanya generalisasi bahwa semua kelompok menunjukkan sindrom tersebut. Ia menyebutkan sindrom itu seperti: kelompok intra yang aman (ingroups) sementara kelompok lain (outgroups) diremehkan atau malah tidak aman.
Zatrow (1989) menyebutkan bahwa setiap kelompok etnik memiliki keterikatan etnik yang tinggi melalui sikap etnosentrisme. Etnosentrisme merupakan suatu kecenderungan untuk memandang norma-norma dan nilai dalam kelompok budayanya sebagai yang absolute dan digunakan sebagai standar untuk mengukur dan bertindak terhadap semua kebudayaan yang lain. Sehingga etnosentrisme memunculkan sikap prasangka dan streotip negatif terhadap etnik atau kelompok lain.
Komunikasi antarbudaya dapat dijelaskan dengan teori etnosentrisme seperti diungkapkan oleh Samovar dan Porter (1976). Katanya, ada banyak variable yang mempengaruhi efektivitas komunikasi antarbuadaya, salah satunya adalah sikap. Sikap mempengaruhi komunikasi antarbuadaya, misalnya terlihat dalam etnosentrisme , pandangan hidup , nilai-nilai yang absolute, prasangka, dan streotip.
Aplikasi Teori Etnosentrisme pada Fenomena Sosial di Indonesia
1. Konflik dan Kepentingan Sosial
Sebagai bangsa yang majemuk, Indonesia memiliki potensi untuk terjadinya perpecahan. Hal ini terjadi karena adanya sikap etnosenris dan memandang kelompok lain dengan ukuran yang sama-sekali tidak ada konsesus atasnya. Terdapat lebih dari 200 suku dan 300 bahasa. Sehingga Indonesia adalah negara yang sangat kaya ada-istiadat. Namun, kekayaan itu akan menjadi lumpuh ketika perbedaan di antaranya tidak diperkuat oleh sikap nasionalisme. Hal bisa dilhat dari banyaknya konflik antaretnis di tahun 1990-an. Seperti tragedi Sampit, antar suku Madura dan Dayak. Dimana terdapat kecemburuan ekonomi anatar Madura sebagai pendatang dan Dayak sebagai penduduk asli. Tragedi Pos, Ambon, dan Perang adat di Papua.
Sebagai contoh di Papua. Seperti yang diberitakan Kompas Juli 2002, ada 312 suku yang menghuni Papua. Suku-suku ini merupakan penjabaran dari suku-suku asli yaitu Dani, Mee, Paniai, Amungme, Kamoro, biak, Ansus, Waropen, Bauzi, Asmat, Sentani, Nafri, Meyakh, Amaru, dan Iha. Setiap suku memiliki bahasa daerah (bahasa ibu) yang berbeda. Sehingga saat ini tedapat 312 bahasa di sana.
Tempat-tempat pemukiman suku-suku di Papua terbagi secara tradisional dengan corak kehidupan sosial ekonomi dan budaya sendiri. Suku-suku yang mendiami pantai, gunung, dan hutan memiliki karakteristik kebudayaan dan kebiasaan berbeda.. Hal ini pula berimbas pada nilai, norma, ukuran, agama, dan cara hidup yang beranekaragam pula.
Keanekaragaman ini sering memicu konflik antarsuku. Misalnya yang terjadi pada tahun 2001, dimana terdapat perang adat antara suku Asmat dan Dani. Masing-masing-masing-masing suku merasa sukunyalah yang paling benar dan harus dihormati. Perang adat berlangsung bertahun-tahun. Karena sebelum adanya salah satu pihak yang kalah atau semkain kuat danmelebihi pihak yang lain, maka perang pun tidak akan pernah berakhir.
Fenomena yang sama juga banyak terjadi di kota-kota besar misalnya Yogyakarta. Sebagai kota multiultur, banyak sekali pendatang dari penjuru nusantara dengan latarbelakang kebudayaan yang berbeda Masig-masing-masing membawa kepentingan dan nilai dari daerah masing-masing. Kekhawatiran yang keudan muncul adalah adanya sentiment primordial dan etnosentris. Misalnya mahasiswa yang berasal dari Medan (suku Batak) akan selalu berkeras pada pendirian dan sikap yang menyebut dirinya sebagai orang yang tegas, berpendirian, dan kasar (kasar dalam artian tegas). Sedangkan Melayu dikatakan pemalu, relijius, dan merasa lebih bisa diterima di mana pun berada. Sedangkan Jawa, akibat pengaruh orde baru, menganggap dirinya paling maju dari daerah lain. Sehingga ketika berhubungan dengan orang luar Jawa, maka stigma yang terbentuk adalah stigma negatif seperti malas, kasar, dan pemberontak.
Dengan adanya Diskriminasi dan Ethosentris bisa menjadikan kehidupan bermasyarakat menjadi tidak harmonis, nah hal sepeti inilah yang bisa mengakibatkan suatu kehancuran. Maka dengan itu hal seperti itu patut dihindari.
Daftar Pustaka
Beamer, Linda dan Iris Varner. (2001). Intercultural Communication in The Global Workplace. New York: McGraw Hill Companies, Inc
Effendy, Onong Uchjana. (1992). Spektrum Komunikasi. Bandung: Penerbit Mandar Maju
Effendy, Onong Uchjana. (2003). Ilmu Komunikasi: Teori dan Praktek. Bandung: PT Remaja Rosdakarya
Griffin, EM. (2003). A First Look at Communication Theory, 5th Edition. USA: McGraw-Hill
Liliwer, Alo. (2001). Gatra-Gatra Komunikasi Antarbudaya. Yogyakarta: Pustaka Pelajar Yogyakarta
Liliwer, Alo. (2002). Makna Budaya dalam Komunikasi Antarbudaya. Yogyakarta: LKis Yogyakarta
Liliwer, Alo. (2003). Dasar-Dasar Komunikasi Antarbudaya. Yogyakarta: Pustaka Pelajar Yogyakarta
Littlejohn, Stephen W. (2002). Theories of Human Communication. USA: Wadsworth Group
Miller, Katherine. (2002). Communication Theories: Perspectives, Processes, and Contexts. USA: McGraw Hill
Komentar
Posting Komentar